Friday, September 21, 2007

PEMANTAUAN PROSES PERADILAN KASUS-KASUS BERDIMENSI KEADILAN BERPERSPEKTIF JENDER DI PENGADILAN NEGERI

1. Peradilan atau Pengadilan?
1.1. Apa Beda antara Peradilan dan Pengadilan?
Sebelum memasuki pembahasan yang terlalu jauh tentang pemantauan peradilan atau pemanatauan pengadilan, maka akan lebih baik bila di terangkan lebih dulu perbedaan tentang peradilan dan pengadilan. Hal ini penting untuk menghindari kesalahpahaman pemantau tentang peristilahan yang didapati dalam melakukan analisis pemantauan. Judul diatas yang mempertanyakan beda antara keduanya terdengar agak konyol bagi lulusan atau mahasiswa fakultas hukum, namun kerapkali kesalahpenggunaan kedua istilah ini kerap dilakukan oleh berbagai pihak.
Peristilahan Peradilan, sebenarnya merujuk pada proses penyelesaian suatu perkara atau proses perolehan keadilan yang ingin didapatkan oleh yustitiabel atau pencari keadilan. Proses pendistribusian keadilan yang ingin dicapai ini dilakukan dengan tahapan berdasarkan mekanisme atau tata cara yang diatur menurut hukum yang berlaku. Mekanisme dalam hal ini dimaknai sebagai hukum acara yang berlaku. Maka dapatlah diartikan bahwa peradilan sebagai tahapan pendistribusian keadilan yang dilakukan oleh otoritas kewenangan tertentu berdasarkan hukum acara yang berlaku yang ditentukan oleh undang-undang.
Dalam hal bicara soal otoritas kewenangan yang menjalankan tahapan pendistribusian keadailan, maka sangat tergantung pada tahapan yang dilakukan. Dalam proses penyelesaian perkara pidana maka terdapat beberapa tahapan yaitu tahapan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang pengadilan dan pelaksanaan putusan. Untuk tahap penyelidikan, berdasarkan KUHAP untuk perkara pidana umum (pidum) penyelidik adalah seluruh anggota Kepolisian Republik Indonesia, dalam hal ini tidak terikat pada kepangkatan tertentu. Sedangkan dalam perkara pelanggaran HAM berat (berdasarkan UU No.26 Tahun 2000) penyelidik adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dalam hal perkara pidum, penyidik adalah anggota Kepolisian dengan tingkat kepangkatan tertentu, yang dalam hal ini dapat dimungkinkan untuk dilakukan juga oleh penyidik pembantu. Untuk perkara pelanggan HAM berat, penyidik adalah Jaksa Agung. Sedangkan penyidika untuk perkara pidana korupsi adalah Kejaksaan dan Kepolisian sedangkan perkara pidana korupsi yang dikualifisir maka penyidik adalah Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Dalam perkara-perkara pidana tertentu terdapat juga penyidik pegawai negeri sipil yang tetap harus mengkordinasikan dengan penyidik kepolisian misalnya adalah PNS Bea Cukai, Kehutanan.
Sedangkan dalam tahapan penuntutan maka yang menjadi otoritas pelaksana adalah Kejaksaan RI sebagaimana terdapat dalam UU No. 16 Tahun 2004 , dalam hal ini Kejaksaan adalah pelaksana tahapan penuntutan untuk seluruh Pidum, pelanggaran HAM Berat dan Tindak Pidana tertentu lainnya. Dalam hal tindak pidana korupsi yang dikualifisir maka pelaksana penuntutan adalah KPK bersama Kejaksaan RI. Untuk pemeriksaan sidang maka pelaksananya adalah pengadilan yang dilaksanakan oleh pejabat kehakiman bersama kepaniteraan. Untuk tahapan pelaksanaan putusan adalah Jaksa Penuntut umum dan lembaga pemasyarakatan (Lapas). Sedangkan untuk barang-barang sitaan maka ditempatkan pada Rumah penyimpanan barang sitaan negara (Rupbasan).
Berdasarkan keterangan tersebut diatas, maka dapatlah disimpulkan bahwa pengadilan dalam hal ini adalah sebagai lembaga pelaksana dalam salah satau tahapan atau proses peradilan. maka dalam membedakan kedua peristilahan tersebut, cukup membedakan antara proses (peradilan) dan lembaga pelaksana (pemeriksaan sidang pengadilan yaitu pengadilan).

2. Pemantauan Proses Peradilan di Pengadilan
2.1. Apa sih Pemantauan?
Pertanyaan dalam sub judul diatas terdengar begitu menggelitik, tapi hal ini perlu untuk ditanyakan sebagai bahan atau dasar pengetahuan seorang pemantau akan kegiatan pemantauan yang hendak dilakukan. Pemahaman awal yang harus dimiliki adalah perihal perbedaan antara pengawasan dan pemantauan, apakah memang ada beda antara keduanya? Tentu saja antara pemantauan dan pengawasan terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Hal ini terkait dengan institusi pelaksana masing-masing kegiatan tersebut.
Apabila kita bicara soal pengawasan maka hal ini ditujukan pada sistem evaluasi atas kinerja atau pelaksanaan kewenganan yang dilakukan atas dasar atasan bawahan (pengawasan melekat) atau atas dasar struktur organisasi dimana terdapat institusi khusus yang melakukan pengawasan. Dalam hal ini instansi poengawasan adalah instansi yang dapat mengambil tindakan tertentu atas berbagai hal yang berkaitan dengan evaluasi yang telah dilakukan. Dalam melakukan pengawasan maka terdapat kegiatan pemantauan sebagai langkah awal dalam melakukan evaluasi atas kinerja atau keweangan yang dimiliki. Kesemua nuansa tersebut sangat erat dengan pelaksanaan mekanisme pengawasan internal.
Secara terminologis, pengawasan adalah kegiatan menghukum dan wewenang untuk memberikan tindak lanjut atas suatu sengketa, bahkan hukuman terhadap suatu pelanggaran. Pengawasan biasanya memiliki status atau kedudukan yang lebih tinggi dari yang diawasi. Sementara itu didalam kegiatan pemantauan, seorang pemantau melakukan kegiatan pengamatan secara seksama atas pelaksanaan proses peradilan. Sebagai pemantau tidak memiliki kewenangan untuk menghukum, dan kedudukan pemantau tidak lebih tinggi dari yang dipantau atau yang diamati.
Dengan demikian pemantauan peradilan merupakan suatu proses kegiatan pengumpulan data/fakta-fakta peristiwa atau kejadian dalam proses peradilan secara murni, faktual dan objektif. Kegiatan pemantauan sama halnya dengan melakukan suatu kegiatan penelitian.
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian adalah suatu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala, dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan oleh fakta tersebut.1


Fakta-fakta yang didapat dari hasil pemantauan tersebut akan diolah atau dianalisa sehingga dapat memberikan informasi yang berarti dan bertanggungjawab mengenai penegakan hukum di negeri ini. Hasil akhir dari sebuah pemantauan akan disajikan kepada masyarakat secara bertanggungjawab.
Dari definisi diatas maka tugas pemantuaan bukan mencari atau membangun opini terhadap suatu peristiwa atau kejadian, tetapi menemukan dan mengemukakan fakta. Ini menjadi salah satu prinsip yang penting dalam melakukan pemantauan yang harus senantiasa diingat oleh seorang pemantau.

2.2. Kenapa perlu ada Pemantauan?
Pelaksanaan sistem Peradilan saat ini belum dilaksanakan karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan, atau bahkan kurangnya ketulusan dari mereka yang terlibat dalam sistem peradilan, baik hakim, pengacara maupun masyarakat pencari keadilan. Sebagai suatu sistem, kinerja peradilan saat ini berada pada titik nadir yang sangat ekstrim. Berbagai keluhan baik dari masyarakat dan para pencari keadilan seolah-olah sudah tidak dapat lagi menjadi media kontrol bagi lembaga tersebut untuk selanjutnya melakukan berbagai perbaikan yang signifikan, bagi terciptanya suatu sistem peradilan yang ideal, dan sesuai dengan harapan masyarakat.
Pendekatan awal yang dapat dilakukan pemantau untuk mengetahui adanya maladministrasi di peradilan dengan mengumpulkan data-data mengenai harta kekayaan para pejabat peradilan yang akan dipantau, misalnya dilakukan dengan mencatat harta kekayaan dan sumber penghasilan (sebagaimana yang dilakukan oleh KPKPN), penyampaian gratifikasi sebagaimana diatur dalam UU korupsi yang baru (Pasal 12 UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi) dan pendapatan informasi kepegawaian yang baik.
Adapun dasar adanya pemantauan diPengadilan dapat dilihat melalui SEMA No. 6 tahun 2001 dimana isinya mengenai “Mendengar Pengaduan Pelapor”, dalam hal ini maka terdapat kebutuhan akan adanya pemantau yang dapat memberikan laporan tentang perilaku yang tidak baik atau penyalahgunaan kekuasaan oleh Hakim atau Pejabat Pengadilan lainnya, yang terkadang tidak banyak masyarakat awam yang mengetahui tentang penyimpangan itu.

2.3. Siapa yang Dipantau?
Dalam melakukan pemantauan peradilan adalah institusi pelaksana sistem peradilan dimana sebagaimana yang telah disebutkan diatas, dalam hal ini pemantauan tidak terbatas pada pada pihak pejabat institusi negara namun juga pihak lain yang terlibat dalam sistem peradilan. adapun pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan sistem peradilan adalah sebagai berikut:
2.3.1. Pejabat penyelidik dalam kasus pidana.
2.3.2. Pejabat penyidik di Polri dan Kejaksaan.
2.3.3. Pejabat Pengadilan Negeri, Tinggi dan MA.
2.3.4. Pejabat pemerintah, aparat birokrasi, aparat keamanan/militer.
2.3.5. Masyarakat.
2.3.6. Praktisi hukum seperti Advokat.

3. Teknik Pemantauan Proses Peradilan
3.1. Macam Teknik Pemantauan
Teknik pemantauan yang dikembangkan oleh setiap pihak atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ataupun Organisasi Non Pemerintah (Ornop) seperti MaPPI FHUI, Lembaga Kajian Advokasi dan ndependensi Peradilan (LeIP), Indonesia Court Monitoring (ICM) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) serta lembaga lainnya, berbeda satu sama lain. Pemantauan yang dilakukan oleh LBH-APIK bersama Komnas Perempuan, dimana pemantauan dilakukan secara tematik yaitu atas kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Lain pula halnya dengan pemantauan yang akan dilakukan oleh PKWJ UI, dimana pemantauan ini dilakukan untuk melihat sejauhmana pemahaman aparat penegak hukum dalam melaksanakan aturan hukum acara dan terkait dengan penerapan prinsip-prinsip yang telah diatur dalam UU No. 7 tahun 1984 yang merupakan ratifikasi dari Convention on Elimination of Discrimination Against Woman (CEDAW). Mengenai pemantauan yang dilakukan oleh PKWJ UI yang berasal dari kampus, maka muatan akademis akan sarat memenuhi metode pemantauan yang akan dilakukan, muatan akademis akan dipadukan dengan budaya kampus yang sarat dengan nilai-nilai idiil. Hasil dari pemantauan ini diharapkan akan memberikan pembelajaran yang sangat baik, baik bagi pengembangan kajian wanita dan jender maupun bagi aparat penegak hukum dalam rangka menumbuhkan sensibilitas mereka terhadap keadilan jender.
Jadi dalam pemantauan ini seorang pemantau harus memiliki kepekaan untuk melihat persepsi seorang penegak hukum dalam menerapkan hukum, dimana seorang pemantau akan memperhatikan sejauhmana pemahaman aparat penegak hukum dalam menerapkan prinsip-prinsip yang terdapat dalam CEDAW. Pemantauan atas persepsi ini menjadi bagian penting ditengah ketidakpekaan KUHAP atas berbagai prinsip yang terdapat dalam CEDAW, dikarenakan kelahiran UU Ratifikasi CEDAW jauh setelah KUHAP disahkan. Sehingga yang menjadi ukuran adalah sejauhmana inisiatif penegak hukum dalam memberikan perlindungan hukum atas diskriminasi struktural yang telah terjadi dalam penegakan hukum pidana. Peran pedoman pemantauan yang berisikan berbagai ketentuan dalam UU yang berisiakn berbagai prinsip dalam CEDAW (yang harus dipahami dan diterapkan oleh penegak Hukum terkait dengan KUHAP) menjadi sangat penting. Selain pasal-pasal krusial dalam KUHAP yang juga harus diperhatikan implementasinya misalnya pasal 166 KUHAP dan pasal 56 KUHAP, yang merupakan pasal krusial dalam penerapan hukum berperspektif keadilan jender.
Karena kegiatan pemantauan yang tidak berbeda dengan upaya pencarian dan pengumpulan fakta, maka teknik pemantauan juga tidak berbeda dengan teknik pencarian dan pengumpulan fakta. Macam teknik pencarian dan pengumpulan fakta yang sangat umum dikenal adalah :
• Mendatangi secara langsung lokasi penyelenggaraan proses peradilan dengan melakukan observasi (pengamatan langsung) dan atau interview (wawancara).
• Mengumpulkan data sekunder, seperti materi-materi tertulis, bahan-bahan atau informasi lain yang berkaitan dengan objek pantauan.
• Menerima laporan atau pengaduan dari masyarakat terhadap kejadian, peristiwa yang berkaitan dengan pelanggaran/kecurangan dalam proses kegiatan pemantauan.
• Melakukan kegiatan pengecekan ulang terhadap informasi yang perlu di verifikasi.

3.2. Hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam proses Pemantauan?
Dalam melakukan pemantauan peradilan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan dicermati, baik itu sebelum melakukan pemantauan, pada saat pemantauan maupun setelah pemantauan. Hal yang harus dicermati dalam melakukan pemantauan adalah sebagai berikut:

3.2.1. Persiapan Pendahuluan
3.2.1.1.1. Persiapkan segala bentuk perlengkapan dalam melakukan pemantauan, seperti: Tape recorder, kaset, battery, ballpoint, kertas atau Blocknote, identitas pemantau atau identitas lain yang menunjukan pemantau berasal dari MaPPI FHUI, serta form pemantauan.
3.2.1.1.2. Pastikan bahwa Tape recorder dalam keadaan baik, battery dalam keadaan baik dan telah berada dalam tempat battery di Tape recorder, pastikan bahwa kaset yang anda bawa dapat berfungsi dengan baik dengan melakukan test terlebih dahulu sebelum memulai perekaman.
3.2.1.1.3. Pastikan bahwa anda tahu atau paham jalan menuju pengadilan atau lembaga peradilan lain yang akan dilakukan pemantauan.
3.2.1.1.4. Ketika tiba di pengadilan lakukan pemeriksaan terhadap jadwal sidang hari tersebut dan hari-hari lain (bila tersedia) yang akan berlangsung, lakukan pencatatan sidang mengenai apa, menyangkut siapa dan nomor perkara tersebut, serta pada tahap apa sidang akan dilakukan pada ruangan yang mana (perhatikan form pemantauan).
3.2.1.1.5. Setiba di ruangan, pastikan tape recorder dalam keadaan baik, lalu lakukan perekaman. Selama perekaman berjalan, tetap lakukan pencatatan sebagai back up apabila terjadi kerusakan dalam recorder (tanamkan dalam diri anda bahwa jangan pernah percaya teknologi 100 %).
3.2.1.1.6. Usahakan melakukan pendekatan secara pribadi dengan para pihak yang terkait (panitera, hakim, jaksa, pengacara) dalam persidangan sehingga mempermudah pemantau untuk mendapatkan berkas perkara serta informasi lainnya yang berkaitan dengan hal yang dipantau.
3.2.1.1.7. Setelah pemantauan dilakukan, segera dibuat transkip pemantauan dengan memperhatikan format laporan pemantauan (laporan dibuat dengan menyertakan berkas perkara yang ada pada saat sidang tersebut).

3.2.2. Persiapan Kegiatan Pemantauan
3.2.2.1.1. Siapkan referensi tulisan mengenai hal yang akan dipantau (UU, pendapat ahli, Yurispridensi).
3.2.2.1.2. Harus di upayakan mendapat jawaban 5 W + H (apa, siapa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana) yang berkaiatan dengan objek pemantauan.
3.2.2.1.3. Jika mendapatkan informasi hendaknya melakukan ricek (cek ulang ) dan cros cek antara temuan dengan hubungannya dengan aktivitas pemantauan.
3.2.2.1.4. Jika dalam temuan terdapat pelaku/subjek yang membantah tetapi tidak memiliki keyakinan bahwa sungguh-sungguh terjadi sesuatu, perlu di peroleh minimal dua saksi yang betul-betul bersedia menjadi saksi.
3.2.2.1.5. Relawan atau pemantau harus mendapatkan dan mengamankan alat-alat bukti dari suatu pelanggaran atau penyimpangan.
3.2.2.1.6. Mengamati dan mencatat terhadap apa yang dilihat dan didengar secara sendiri dan langsung, tidak dengan perantaraan pihak lain (monitoring de auditu)

3.3. Bagaimana Cara memperoleh informasi dan menemukan Fakta?
3.3.1. Mengenal terlebih dahulu daerah atau tempat atau lokasi yang akan dipantau dengan tepat dan benar, kenali tempat lokasi dengan mengetahui jalur kendaraan umum menuju ke tempat lokasi atau jalan menuju tempat pemantauan.
3.3.2. Telah mempunyai kontak pribadi atau kenalan dilokasi dimana dilokasi ia bertugas.
3.3.3. Berpenampilan yang sopan dan santun, baik dalam berpakaian maupun dalam berperilaku.
3.3.4. Bersikap ramah dan hormat terhadap orang di sekitar lokasi maupun terhadap calon nara sumber.
3.3.5. Membangun hubungan baik dengan orang-orang yang menjadi sumber informasi, key person, dan tokoh masyarakat.
3.3.6. Menyusun target, sasaran dan langkah-langkah yang akan ditempuh dan jumlah waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan.
3.3.7. Mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan fokus pemantauan atau peristiwa yang terjadi dalam proses peradilan.

3.4. Apa sih yang dipantau dalam Proses Pemeriksaan Pengadilan
Didalam tahapan persidangan di Pengadilan Negeri ini pemantauan difokuskan kepada formalitas penerapan hukum acara dalam ruang sidang pengadilan menurut acara sidang yang ditentukan dan disesuaikan dengan form pemantauan yang ada. Salah satu contoh dalam tahapan ini adalah kewenangan majelis hakim dalam memimpin jalannya persidangan juga tidak terlepas dari perilakunya yang dapat mengakibatkan terjadinya pelecehan asas praduga tidak bersalah oleh majelis terhadap terdakwa. Misalkan saja pada persidangan, hakim mengajukan pertanyaan yang menyudutkan terdakwa, seperti “kamu mencuri ayam kan?”. Ataupun pertanyaan yang menyulitkan korban perkosaan, misalnya “apakah kamu goyang pada waktu tubuh kamu ditindih terdakwa?”. Ataupun pertanyaan yang diajukan PH terhadap saksi korban kekerasan fisik “meskipun anda sudah dipukul seperti sekarang ini, bagaimana perasaan anda terhadap terdakwa?masihkah ada rasa sayang?”
Dalam melakukan pemantauan terhadap proses peradilan disidang pengadilan terdapat persayaratan majelis hakim. Dalam hal ini harus dperhatikan apakah persidangan telah dipimpin oleh majelis hakim yang lengkap. Hal ini penting untuk dianalisis distribusi keadilan yang cukup bagi terdakwa maupun korban. Berdasarkan pasal 17 UU No. 4 tahun 2004 ditentunkan bahwa pemeriksaan perkara dilakukan oleh sekurang-kurangnya tiga orang hakim kecuali UU menentukan lain. Sedangkan untuk perkara pengadilan anak, maka hakim yang memeriksa perkara adalah hakim tunggal (vide pasal 11 UU No. 3 Tahun 1997) keculai dalam hal tertentu Ketua PN dapat menetapkan pemeriksaan dengan hakim majelis.
Pemantuan yang dapat dilakukan pada tahap persidangan dapat dilihat baik dari sudut beracaranya maupun perilaku yang dilakukan oleh majelis hakim pada saat persidangan. Dari sudut beracaranya dapat berpedoman pada form pemantuan yang telah ada, dimana form tersebut memuat tentang beracara dalam persidangan sesuai dengan ketentuan KUHAP. Sehingga dapat dilihat disini apakah hakim dalam beracara telah sesuai dengan ketentuan KUHAP, karena apabila tidak sesuai akan dapat mengakibatkan putusan terhadap perkara yang disidangkan akan batal demi hukum apabila tidak memenuhi syarat formil beracara. Misalkan saja pada saat pemeriksaan saksi, hakim ketua tidak mempersilahkan saksi lainnya untuk keluar dalam persidangan. Atau pada perkara perdata, hakim tidak menawarkan perdamaian pada sidang pertama.
Pemantauan juga dapat dilakukan terhadap perilaku hakim, jaksa ataupun pengacara pada saat persidangan berlangsung. Misalkan saja pada saat persidangan, salah satu hakim tertidur atau menerima telpon genggam. Hal tersebut tentunya akan mengganggu jalannya persidangan dan membuat menurunnya citra pengadilan sebagai lembaga yang seharusnya dapat menjadi contoh yang baik.
3.5.

4. Etika Pemantauan
Dalam melakukan pemantauan peradilan, selain harus memperhatikan hal-hal yang harus dicermati dan diamati sebelum pemantauan, pada saat pemantauan ataupun setelah pemantauan, maka seorang pemantau harus berpegang teguh pada kode etik pemantauan, sebagai berikut:
4.1. Hindari benturan kepentingan yang dapat mengurangi obyektifitas pemantauan yang akan dilakukan, misalnya memiliki hubungan dekat, baik itu dalam kerangka keluarga atau pertemanan dengan salah satu pihak yang akan dipantau dalam persidangan.
4.2. Jangan pernah mendekati atau mencari kesempatan yang mengarah pada pemberian suap untuk membuat laporan yang tidak sesuai dengan fakta yang berhasil dipantau.
4.3. Hindari pembuatan laporan pemantauan yang berasala dari tangan kedua atau dengan lain perkataan pemantauan harus dilakukan secara langsung.
4.4. Kembangkan kepekaan terhadap kondisi atau situasi dalam persidangan atau diluar ruang sidang dan lakukan investigasi atas kemungkinan terjadinya pelanggaran (baik itu pelanggaran proses maupun pelanggaran perilaku).
4.5. Lakukan hubungan yang intensif dengan sesama pemantau dan adakan diskusi secara berkala untuk mengembangkan prosedur pemantauan.
4.6. Bersikap dan bertindak tanduk dalam koridor prinsip pemantauan organisasi dengan tetap menjaga nama baik organisasi.
4.7. Laporan dibuat dengan apa adanya sesuai dengan fakta yang ada tanpa melibatkan asumsi atau pandangan pribadi pemantau.

5. Penutup
Demikianlah berbagai hal yang dapat saya sampaikan dalam kesempatan ini. Paper ini saya sampaikan berdasarkan pengalaman dan perjalanan pemantauan yang pernah saya lakukan di berbagai organisasi pemantauan selama lebih kurang lima tahun belakangan ini. Terima kasih

No comments: