Friday, September 21, 2007

(Kompetisi) Moot Court sebagai Media Pemahaman bagi Mahasiswa di Perguruan Tinggi Hukum terhadap Issue Keadilan Gender dan Perlindungan terhadap Perem

Pendidikan adalah bagian terpenting dalam pengalihan pemahaman dan pembelajaran kepada berbagai pihak dan kalangan. Pendidikan adalah sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa guna memberikan kontribusi positif bagi pembangunan yang berkelanjutan. Pendidikan di Perguruan Tinggi Hukum adalah pendidikan yang diarahkan bagi penciptaan sarjana-sarjana yang memiliki kemampuan untuk menganalisa dan memberikan formulasi penyelesaian terhadap berbagai problematika hukum yang timbul dan berkembang di masyarakat.
Pendidikan Tinggi Hukum dipersepsikan sebagai pendidikan yang monoton dengan metode penghapalan terhadap berbagai pasal dan doktrin sebagai langkah penguatan pendapat seorang sarjana hukum. Pendidikan di perguruan tinggi tidak saja di fakultas hukum hingga saat ini masih menggunakan metode yang klasik yaitu metode ceramah. Walaupun begitu sudah ada juga yang menggunakan metode diskusi terstruktur sebagai metode untuk penggalian pemahaman terhadap perkuliahan yang telah maupun sedang diberikan.
Sebagaimana telah saya sampaikan diatas, pendidikan tinggi hukum selayaknya diarahkan untuk penciptaan sarjana yang mampu menganalisa dan memberikan formulasi terhadap problematika hukum yang dihadapi masyarakat, untuk itu pendidikan tinggi hukum selayaknya diarahkan bagi pemberian pemahaman dengan mendekatkan mahasiswa terhadap problematika hukum yang nantinya akan diselesaikannya. Dalam konteks ini maka pendidikan yang berbasis kasus (based on case) merupakan pilihan yang harus ditempuh.
Pendidikan berbasis kasus akan mendekatkan mahasiswa untuk menyelesaikan problematika hukum yang terjadi di masyarakat dengan menggunakan ketentuan hukum yang berlaku dan doktrin hukum yang ada disertai argumentasi yang relevan dengan kasus yang dapat diambil dari berbagai Ilmu Pengetahuan diluar bidang hukum. Pendidikan hukum praktis ini tidak saja dapat digunakan untuk mata kuliah praktik hukum namun dapat juga dijadikan sebagai media pendidikan bagi mata kuliah hukum materiil yang lain atau dapat pula digunakan sebagai media pemahaman bagi mahasiswa terhadap perkembangan hukum yang terkini. Dalam hal ini mahasiswa juga diperkenalkan dengan mekanisme penyelesaian hukum melalui mekanisme yudisial, dimana mahasiswa akan menyiapkan berbagai berkas yang diperlukan dalam penyelesaian perkara dalam bentuk peradilan semu. Metode peradilan semu ini adalah salah satu bentuk metode pendidikan hukum berbasis kasus, dimana mahasiwa didekatkan dengan problematika hukum yang ada dan berkembang di masyarakat.
Dalam konteks pemberian pemahaman kepada mahasiswa akan keadilan gender dan perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan, metode peradilan semu yang saat ini telah tiga kali dilaksanakan oleh Universitas Indonesia mampu ‘menularkan’ pemahaman akan keadilan jender dan perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan. Keberhasilan ini dapat tergambar dari penampilan yang dipertontonkan oleh tiap team yang sudah menerapkan argumentasi yang sensitif terhadap gender dan perempuan korban kekerasan. Hal ini tidak saja terucap lewat pernyataan dan pertanyaan dalam persidangan semu namun secara lengkap sensitifitas mereka dapat diartikulasikan dengan baik dalam berkas yang mereka buat.
Metode peradilan semu di Universitas Indonesia sendiri pada awalnya hanya digunakan untuk mata kuliah praktik hukum dan hukum acara. Namun ketika metode ini coba diterapkan pertama kali untuk pemahaman akan keadilan gender dan perlindungan perempuan korban kekerasan melalui kompetisi moot court, mahasiswa secara mngejutkan mampu menampilkan pemahaman mereka yang terartikulsi dengan baik akan issue tersebut. Meskipun pada awalnya terdapat kendala untuk memahamkan mereka akan pentingnya keadilan jender dan perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan. Namun melalui metode kompetisi yang dirangkai secara apik, kami berhasil memberikan pemahaman secara bertahap kepada mereka sebelum penampilan peradilan semu.
Tahapan kompetisi yang dijalankan memang memakan waktu yang cukup panjang dan pendampingan yang intensif kepada mahasiswa. Tahapan Pertama adalah dengan memberikan pemahaman mendasar akan keadilan jender dan perlindungan korban kekerasan, tahapan pertama ini menggunakan metode ceramah dan diskusi. Selain pemahaman keadilan dan perlindungan perempuan korban kekerasan, diberikan juga pemahaman tentang sistem peradilan pidana serta tahapan-tahapan dalam penyelesaian proses peradilan pidana. Dalam tahapan pertama ini juga mahasiswa sudah mulai diperkenalkan berbagai kasus yang berdimensi keadilan jender serta berbagai penyelesaian yang selama ini digunakan oleh aparatur penegak hukum melalui perangkat hukum yang secara kaku.
Tahapan kedua adalah dengan memberikan asistensi secara aktif akan pemahaman mahasiswa terhadap keadilan jender dan perlindungan perempuan korban kekerasan. Dalam tahapan ini digunakan metode pelatihan kepada mahasiswa untuk lebih memahami dimensi kasus yang diberikan padanya untuk diselesaikan dan ditampilkan melalui peradilan semu. Dalam pemberian pelatihan ini, penulis memutarkan video tentang film dokumenter yang berkaitan dengan kasus serta dipertontonkan juga tahapan-tahapan dan teknik sidang pengadilan. Selain itu penulis juga memberikan asistensi dalam pembuatan berkas dengan memberikan masukan atas dimensi kasus yang hendak ditampilakn dan diseslesaikan dalam peradilan semu. Hal ini dilakukan untuk memastikan sejauhmana pemahaman tiap peserta kompetisi dalam memahami dimensi kasus yang diberikan.
Tahapan ketiga adalah metode peradilan semu, dimana dalam tahapan peserta akan menampilkan pemahaman mereka akan kasus yang diberikan berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku. Dalam hal ini mahasiswa (peserta) menampilkan pemahaman mereka yang diartikulasikan dalam bahasa hukum sebagaimana layaknya seorang penegak hukum di sidang pengadilan. Sidang semu ini dibatasi oleh waktu maksimal yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini peserta mampu menampilkan pemahaman mereka terhadap kasus yang diberikan dalam waktu yang singkat, namun dengan gambaran yang utuh akan dimensi kasus tersebut. Argumentasi yang dikeluarkan tidak saja menggunakan ‘pisau’ hukum belaka, namun juga menggunakan pendekatan sosiologis, antropologis dan pendekatan empiris yang diartikulasikan dengan bahasa-bahasa yang mungkin asing bagi sebagian kalangan sarjana hukum.
Kesemua tahapan tersebut adalah satu rangkaian penggunaan metode pembelajaran berbasis kasus kepada mahasiswa di perguruan tinggi hukum. Metode ini cukup mampu memberikan keleluasaan pengembangan pemahaman mahasiswa akan issue keadilan jender dan perlindungan perempuan korban kekerasan, dimana penyelesaian kasus-kasus kekerasan domestik dan perlindungan bagi perempuan korban kekerasan tidak saja menggunakan ‘pisau’ hukum dalam bentuk Undang-undang semata namun perlu juga ‘pisau’ ilmu sosial lain serta aspek psikosomatis dan kedokteran kehakiman.
Dalam peradilan semu semua aspek akan ditampilkan secara utuh guna penyelesaian perkara dengan pendekatan multidispliner. Kesuksesan metode ini sangat didukung oleh bimbingan yang terarah dan penggunaan berbagai media pendidikan yang tidak terbatas pada buku-buku.
Demikianlah paparan penulis soal pelaksanaan kompetisi moot court tematik yang dalam hal ini mengambil tema keadilan jender dan perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan, yang pernah diselengggarakan Universitas Indonesia. dimana metode ini digunakan juga untuk memperluas ‘penularan’ pemahaman akan issue keadilan jender dan perlindungan perempuan korban kekerasan kepada mahasiswa, yang merupakan ‘pasar’ bagi penciptaan sarjana hukum yang memiliki sensitifitas terhadap keadilan jender dan perlindungan perempuan korban kekerasan.

No comments: